“BHINEKA TUNGGAL IKA
BERBEDA-BEDA TETAPI TETAP SATU JUA”
B. Pengantar
Seperti
yang kita ketahui bahwa sangat banyak hukum yang berlaku di Indonesia salah
satunya yaitu hukum adat ketatanegaraan. Tetapi, seiring dengan perkembangan
zaman bahwa hukum adat ketatanegaraan sudah mulai hilang, terkikis, dan
terlupakan oleh masyarakat adat di Indonesia. .
Melalui
makalah ini hal-hal mengenai hukum adat ketatanegaraan akan dibahas secara
lebih rinci agar mudah dipahami khususnya bagi semua kalangan masyarakat adat
yang ada di Indonesia.
C. Uraian
Materi
1.
Pengertian Hukum Adat Ketatanegaraan
Ada
beberapa pengertian tentang Hukum Adat Ketatanegaraan menurut para ahli, yaitu:
a.
Menurut Prof. H. Hilman Hadikusuma, S.H.,
(Tolib Setiady.2008, hlm. 377) bahwa yang dimaksud dengan Hukum Adat
Ketatanegaraan adalah “Aturan-aturan
hukum adat yang mengatur tentang tata susunan masyarakat adat, bentuk-bentuk
masyarakat (perekutuan) hukum adat (Desa), alat-alat perlengkapan (Desa),
susunan jabatan dan tugas masing-masing anggota Perlengkapan Desa, Majelis
Kerapatan Adat Desa, dan harta kekayaan
Desa”.
b.
Menurut
Prof. Bus.Har Muhammad, S.H., (Tolib Setiady.2008, hlm. 377) bahwa “Hukum Adat ketata negaraan adalah bagian
dari Hukum Adat mengenai susunan pemerintahan”.
c. Menurut
Siswanto dalam blognya
(http://siswanto210700227.blogspot.com/2010/hukum-adat
ketatanegaraan.html) bahwa “Hukum
adat ketatanegaraan adalah aturan aturan hukum yang mengatur tentang tata
susunan masyarakat adat”.
Dari beberapa pengertian hukum adat ketatanegaraan
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hukum adat ketatanegaraan adalah hukum
yang mengatur tentang susunan ketatanegaaran masyarakat adat di berbagai
wilayah/daerah di Indonesia.
2. Bentuk
Desa
Ada
beberapa pengertian desa, antara lain:
a.
Menurut
ketentuan Undang-undang No. 5 Tahun 1679 Pasal 1 dikatakan bahwa:
“Yang dimaksud dengan DESA adalah suatu
wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai suatu kesatuan masyarakat
termasuk didalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi
pemerintahan terendah langsung dibawah CAMAT dan berhak menyelenggarakan rumah
tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan
yang dinamakan DUSUN adalah bagian wilayah dalam DESA yang merupakan lingkungan
kerja pelaksanaan pemerintahan DESA”.
b. Menurut Prof. Iman Sudiyat, S.H., dalam
bukunya Asas-asas Hukum Adat Bekal Pengantar mengatakan bahwa:
“Suatu Desa ialah suatu kesatuan
kemasyarakatan berdasarkan ketunggalan wilayah yang organisasinya didasarkan
atas tradisi yang hidup dalam suasana rakyat dan mempunyai suatu badan tata
urusan pusat yang berwibawa diseluruh lingkungan wilayahnya”.
Menurut Tolib Setiady bahwa
bentuk-bentuk Desa diseluruh Indonesia itu dalam kenyataannya berbeda-beda
dikarenakan berbagai faktor antara lain sebagai berikut:
·
Wilayah
yang ditempati penduduk, ada wilayah yang sempit ditempati penduduk yang padat
dan ada wilayah yang luas ditempati oleh penduduk yang jarang.
·
Susunan
masyarakat hukum adat, ada masyasrakat adat (Desa) yang susunannya berdasarkan
ikatan kekerabatan (Genalogis) dan atau berdasarkan ikatan keagamaan.
·
Sistem
pemerintahan adat dan nama-nama jabatan pemerintahan adat yang berbeda-beda dan
penguasaan harta kekayaan desa yang berbeda-beda.
Perbedaan
itu diantaranya sebagai berikut:
·
DESA
di Pulau Jawa
Di Pulau Jawa seperti di Jawa Tengah dan Jawa Timur, DESA
dengan DUKUH-DUKUH-nya merupakan wilayah yang ditempati sejumlah penduduk
sebagai kesatuan masyarakat yang padat, begitu pula di daerah Pasundan DESA
dengan LEMBUR-LEMBUR-nya atau di Banten DESA dengan AMPIAN-AMPIAN-nya walaupun
penduduknya agak jarang dan tersebar namun jarak antara bagian-bagian DESA
dengan pusat DESA (KRAJAN-Jawa) tidak berjauhan.
Demikian
pula halnya dengan Bali, DESA dengan BANJAR-BANJAR-nya tetapi di Bali penduduk
Desanya dapat dibedakan antara Marga Adat BANJAR (dalam pemerintahan tanah
kering) dan Marga Adat SUBAK (dalam pemerintahan tanah basah atau pengairan)
(WATERSCHAP).
·
Daerah-daerah
di Luar Jawa
Lain halnya dengan daerah-daerah di
Luar Jawa, bentuk wilayah kediaman yang dapat disamakan dengan bentuk DESA
adalah seperti di ACEH disebut MUKIM sebagai kesatuan beberapa GAMPONG. Di
BATAK disebut NEGARI atau KURIA dengan beberapa KAMPUANG atau SUKU. Di Sumatera
Selatan MARGA dengan beberapa DUSUN. Di Lampung MARGA dengan beberapa KAMPUNG
(TIYUH) (PEKON). Di Kalimantan yang masih merupakan rumpun suku dan anak-anak
sukunya. Di SULAWESI SELATAN dalam bentuknya yang lama WANUA (Bugis),
PA’RASANGAN atau BORI (Makasar). Sulawesi Utara WANUA (Minahasa). Di AMBON (MALUKU)
AMAN dengan beberapa SOA.
Pada
umumnya yang merupakan bentuk DESA di Luar Jawa merupakan tempat kediaman penduduk
yang terdiri dari perkampungan yang kecil-kecil yang hanya terdiri dari rumah
degan HAK ULAYAT tanah peladangan dan hutan yang luas. Kampung-kampung tersebut
ada yang setengah berdiri sendiri mengatur pemerintahan rumah tangga kampungnya
dengan Raja-Raja Adat masing-masing, kebanyakan letak perkampungan jauh dari
pusat Desa dan bahkan masih ada yang penduduknya tidak menetap, masih
berpindah-pindah tempat sesuai dengan kehidupan pertanian lading atau
pengembalaan ternak.
3.
Susunan Masyarakat Desa
Susunan
masyarakat desa dipengaruhi oleh latar belakang sejarah terjadinya Desa dan
harta kekayaan yang dimiliki atau dikuasai oleh keluarga atau kerabat tertentu
sehingga menimbulkan kebangsaan Desa.
a.
Di kalangan Masyarakat JAWA
Di kalangan msyarakat adat Jawa yang
Kehidupan kewargaan desanya berdasarkan ikatan territorial (ketetanggaan)
semata-mata, maka susunan kemasyarakatan dibedakan tingkatan sosial ekonominya
menurut harta kekayaan yang dimiliki setiap keluarga SOMAH (serumah) (keluarga
BATIH).
1) Tingkat Pertama
KULI KENCANG adalah mereka yang berasal dari
keturunan Pembangun Desa dengan memiliki bangunan rumah dan tanah pekarangan
serta tanah pertanian (sawah) yang luas. (Golongan mereanyaka dahulu kebanyakan
berperan dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa).
2) Tingkat
Kedua
KULI GUNDUL adalah mereka yang hanya mempunyai
bangunan rumah dan tanah pekarangan saja. (golongan ini merupakan pembantu dan
golongan pertama).
3) Tingkat
Ketiga
TIANG MENUMPANG, adalah mereka yang tidak mempunyai hak
milik apa-apa dan hanya menjadi buruh tani atau membantu kehidupan keluarga
majikan yang ditumpanginya.
b. Di
Tanah Batak
Di Tanah Batak susunan masyarakatnya
dipengaruhi oleh dasar kehidupan yang genealogis patrileneal dengan pertalian
kekerabatan disebut TUNGKU TIGA (DALIHAN
NA TOLU-Batak), (SINGKEP SIELU-Karo) yang terdiri dari MARGA HULA-HULA, MARGA
DONGAN TOBU dan MARGA BORU. Susunan demikian dikarenakan ada larangan
perkawinan satu marga.
Walaupun kekuasaan tertinggi dipegang oleh
Kerapatan Adat Raja adat wakil dari DALIHAN NA TOLU naun MARGA HULA-HULA dikarenakan ia adalah MARGA PEMBERI DARA (wanita) sebagai MARGA
MERTUA yang yaitu yang menguasai tanah maka menempati kedudukan terhormat,
dan MARGA HULA-HULA sebagai MARGA TANAH.
Demikian pula dalam pemerintahan adat
MARGA HULA-HULA adalah MARGA RAJA sebagai RAJA yang memerintah, sedangkan MARGA
DONGAN TOBU yang menjadi MARGA BORU
merupakan golongan kedua karena kedudukannya sebagai MARGA MENANTU (Marga
penerima Dara), maka dalam melaksanakan pemerintahan adat bertindak sebagai
pembantu dari pihak MARGA HULA-HULA-nya. Begitu juga jika ada lagi pendatang baru yaitu MARGA PARIPPE (Marga
Penumpang) kesemuanya tunduk menghormati MARGA HULA-HULA.
c. Di
MINANGKABAU
Di
Minangkabau susunan masyarakat NAGARI-nya dipengaruhi oleh sistem kekerabatan
yang genealogis matrilineal dengan hukum adatnya yang BERMAMAK KEMENAKAN dan
yang terikat pada kesatuan RUMAH GADANG (Rumah Kerabat)
Tingkatan kedudukan dari para kemenakan itu dibedakan
menjadi:
1) Kemenakan
batali DARAH
Yaitu
kemenakan yang sekandung dari ibu (asal) yang berhak dan berperan sebagai MAMAK
KEPALA WARIS, TUNGGANAI dan PENGHULU.
2) Kemenakan
batali ADAT
Yaitu
kemenakan yang diangkat yang berasal dari keluarga lain dan hanya dapat
menggantikan kedudukan sebagai MAMAK
BATA atau PENGHULU apabila KEMENAKAN BATALI DARAH sudah tidak ada lagi
yang menggantikan.
3) Kemenakan
batali EMAS atau batali BUDI
Yaitu
kemenakan yang diakui sebagai kemenakan karena baik budi.
4) Kemenakan
di bawah lutut
Ialah
kemenakan yang diasuh karena diperlukan tenaganya yang asal-usulnya tidak jelas
entah diman.
d. Di
LAMPUNG
Sebagaimana
susunan masyarakat adat lainnya ternyata susunan masyarakat adat LAMPUNG juga
dibedakan yang terdiri dari:
1)
Golongan
Kepunyimbangan Bumi yaitu marga yang bernilai harga diri 24.
2)
Golongan
Kepunyimbangan Ratu (Tiyuh) yang bernilai harga diri 12.
3)
Golongan
Kepunyimbangan Raja (Sukuh) yang bernilai harga diri 6.
4)
Golongan Warga Biasa dan Beduwa (Budak)
yang tidak bernilai harga diri.
Adanya tingkat Kepunyimbangan dalam
susunan masyarakat tersebut di masa sekarang sudah semakin luntur pengaruhnya.
KEPUNYIMBANGAN adalah merupakan
kedudukan kepemimpinan penerus keturunan.
e. Di
Kalangan Masyarakat DAYAK
Di
kalangan masyarakat DAYAK Kalimantan di masa lampau juga terdapat susunan
masyarakat seperti pada masyarat DAYAK NGAJU yang membedakan antara warga desa
mereka yang disebut:
1)
UTUS
GANTONG (Kaum Bangsawan)
2)
UTUS
TATAU (Kaum Kaya)
3)
UTUS
RENDAH atau UTUS PEHEBELUM (kaum miskin, dan warga yang tidak merdeka yaitu
KAUM BUDAK yang disebut REWAR atau BUDAK HAK MILIK ORANG LAIN dan atau JAPEN
yaitu budak yang mengabdi pada seseorang karena hutangnya belum lunas.
f.
Di SULAWESI SELATAN
Di
Sulawesi selatan di kalangan ORANG BUGIS dan MAKASAR juga terdapat susunan masyarakat
yang terdiri dari:
1)
ANAK
KARUNG (BUGIS) atau ANAK KARAENG (makasar) yaitu Golongan Bangsawan.
2)
TOMARADEKA
(BUGIS) atau TUMARADEKA (MAKASAR) yaitu orang-orang yang merdeka.
3)
ATA, yaitu golongan budak, asal keturunan
tawanan perang atau karena belum me lunasi hutang atau karena melanggar
pantangan adat.
g. Di
SULAWESI UTARA
Di
Sulawesi Utara di kalangan masyarakat MINAHASA yang sekarang sudah tidak tenar
lagi susunan masyarakat yang lama itu terdiri dari:
1)
GOLONGAN
AGAMA yang tertinggi yang disebut MAKARUA SIOU atau WALIN atau TONAAS.
2)
GOLONGAN
MENENGAH yaitu golongan yang memerintah yang disebut PAENDON TUA atau PAMATUAN
yang terdiri dari para PANGLIMA (TETERUSAN) atau PRAJURIT atau WARANEL.
3)
GOLONGAN
ORANG BIASA yang disebut PASIOWAN TELU.
h. Di
NUSA TENGGARA TIMUR
Di
Nusa Tenggara Timur juga terdapat perbedaan susunan masyarakat misalnya di
Pulau, SAWU terbagi dalam 3 (tiga)
golongan keturunan yaitu:
1)
DO
HABA, keturunan leluhur yang tua
2)
DO
MAHARA, yang keturunan leluhur yang kedua
3)
DO
LIAE, adalah keturunan leluhur yang bungsu
i.
Di lingkungan Masyarakat beragama HINDU BALI
Masyarakatnya
tersusun dalam 4 (empat) kasta yaitu :
1)
KASTA
BRAHMANA, adalah golongan pendeta yang merupakan golongan pertama.
2)
KASTA
KSATRIYA, adalah golongan bangsawan yang merupakan golongan kedua.
3)
KASTA
WAISA, adalah golongan pedagang yang merupakan golongan ketiga.
Ketiga golongan tersebut diatas
dinamakan TRIWANGSA, dan disamping itu dikenal pula orang-orang JABA yaitu
KASTA SUDRA yang jumlahnya terbanyak dari seluruh penduduk.
Susunan
masyarakat pedesaan yang berbeda-beda diberbagai daerah di Indonesia tersebut
diatas ada yang masih tetap bertahan dan banyak yang mulai runtuh. Susunan yang
bersifat kebangsawanan desa dimasa sekarang ini sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan jaman, tetapi jika yang dijadikan ukuran kaya dan miskin masih
tetap berpengaruh di pedesaan.
4.
Pemerintah DESA
Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 dikatakan sebagai berikut:
“Pemerintah Desa itu terdiri dari Kepala Desa
dan Lembaga Musyawarah Dalam (LDM). Dalam pelaksanaan tugasnya pemerintah desa
dibantu oleh perangkat desa yang terdiri dari Sekretariat Desa dan
Kepala-Kepala Dusun”.
Kepala Desa
adalah penduduk desa warganegara Indonesia yang dipilih oleh penduduk desa
untuk masa jabatan selama 8 (delapan) tahun, sedangkan LMD Anggota-anggotanya
terdiri dari kepala Desa sebagai Ketua karena jabatannya dan anggota-anggota
lain terdiri dari Kepala Desa sebagai ketua karena jabatannya, Sekretaris Desa
sebagai sekretaris LMD karena jabatannya dan anggota-anggota lain dari Kepala
Dusun, Pimpinan Lembaga-lembaga Kemasyarakatan Desa dan para Pemuka Masyarakat
Desa yang bersangkutan.
Kemudian
Sekretaris Desa terdiri dari Sekretaris Desa dan Kepala Urusan. Sumber
Pendapatan Desa adalah berupa pedapatan asli desa (hasil tanah kas desa, hasil
swadaya dan partisipasi masyarakat desa, hasil goton royong dan hasil usaha
desa yang sah. Kemudian di samping itu, pendapatan berupa pemberian pemerintah
daerah yang diberikan kepada desa).
Pemerintahan
Desa menurut Hukum Adat yang lama setelah berlakunya Undang-undang Nomor 5
Tahun 1979 tersebut, prof. Hilman
Hadikusuma, S. H., (dalam Tolib Setiady hlm. 383) menguraikan sebagai
berikut:
“Jabatan
Kepala Desa pada msyarakat JAWA yang lama disebut LURAH, KUWU, BEKEL atau
PETINGGI biasanya diangkat dari Warga Desa yang tergolong KULI KENCENG (BAKU,
PRIBUMI, SIKEP, GOGOL) dan biasanya jabatan Kepala Desa itu dipilih oleh Warga
Desa dan Warga Desa yang berpengaruh karena dianggap berilmu tinggi, Akhli
Agama (Kiayi, Guru Agama) atau dianggap berilmu kebal (JAGOAN, KEDOT, TANAH BESI
dan sebagainya) mempunyai murid yang banyak seperti beberapa JARO di BANTEN”.
Dalam menjalankan pemerintahan desa
(LURAH-Jawa), (KUWU-Sunda) dibantu oleh CARIK (Juru Tulis), KAMI TUA (Kepala
Dukuh), MODIN (AMIL-Sunda) (yaitu pejabat agama dan pencatan kelahiran,
kematian dan lain-lain), JAGA BRAYA (KULISI-Sunda) sebagai petugas keamanan,
dan ULU-ULU (petugas urusan pengairan). Di pedesaan JAWA para pembantu Kepala
Desa itu disebut PERABOT DESA sedangkan di PASUNDAN disebut KOKOLOT. Untuk
mengatur pemerintahan desa lebih lanjut Kepala Desa mengadakan KUMPULAN DESA
setiap 35 (tiga puluh lima) hari sekali bertempat di Balai Desa yang dihadiri
oleh semua PERABOT DESA (Tua-tua Masyarakat Desa). Begitu pula di dalam
melaksanakan PERADILAN DESA (DORPJUSTITIE) Kepala desa dan Staf Pembantunya
bertindak sebagai HAKIM DESA dan untuk perkara yang menyangkut Hukum Adat ia
juga beertindak sebagai KEPALA ADAT. Adapun penghasilan Kepala Desa dan Perabot
Desa tergantung pada ketetapan dan pemerintah atasan (Assisten WEDANA, CAMAT)
dan untuk menghidupi keuarganya disediakan oleh Desa berupa TANAH BENGKOK atau
TANAH PAKULEN.
Pada
umumnya Pemerintahan Adat Desa di masa lampau belum bekerja dengan sistem
Anggaran Belanja dan Administrasi yang teratur dan gambaran Pemerintahan Desa
yang demikian tidak jauh berbeda dengan MUKIM (GABUNGAN KAMPUNG) yang dikepalai
oleh IMEUM dan GAMPONG-GAMPONG-nya dikepalai oleh KEUCHIK di ACEH yang memegang
jabatannya secara turun temurun, hanya saja dikarenakan di ACEH masyarakat
pedesaannya kuat dipengaruhi oleh Agama Islam maka peranan TEUNGKU MEUNASAH
(Penghulu Agama) di GAMPONG sangat berpengaruh.
Pemerintahan
Desa itu dilaksanakan oleh IMEUM, KEUCHIK dan TEUNGKU MEUNASAH ADA bersama-sama
dengan Majelis EREUNG TUA yaitu PEMUKA ADAT dan masyarakat setempat. Hanya saja
di Provinsi ACEH berbeda dari daerah-daerah lainnya karena ACEH berdasarkan
keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia Nomor 1/MISSI/1959 merupakan
Daerah Istimewa dalam hal keagamaan, peradatan dan pendidikan.
Begitu
pula dengan Pemerintahan Desa di daerah-daaerah yang ikatan kemasyarakatannya
bersifat territorial semata–mata dan orang dipengaruhi susunan masyarakat
dengan ikatan kekerabatan genealogis seperti pemerintahan MARGA-MARGA di
sumatera selatan yang dikepalai oleh KEPALA MARGA (PASIRAH) dan didampingi
KERAPATAN ADAT MARGA dimana anggota-anggotanya adalah para PROWATIN ADAT dan
TUA-TUA MASYARAKAT MARGA. Dalam menjalankan pemerintahan desa (MASYARAKAT
TERRITORIAL) itu Kepala Marga dibantu oleh Para KRIO (Kepala Dusun), Para
PEMANGKU dan PENGGAWA.
Di
daerah Kalimantan dimana PEMBELAK sebagai Kepala Administrasi Desa dalam
melaksanakan pemerintahan desa didampingi oleh DEWAN TUA-TUA ADAT yang disebut MANTIR. Di Sulawesi Selatan di
masa lampau pemerintahan desa dilaksanakan oleh KEPALA WANUA yang disebut ARUNG PALILI (Bugis) atau GALLARANG (Makasar)
sedangkan sebagai Kepala Kampung yang disebut MATOWA atau JANNANG yang dibantu
oleh beberapa pembantu yang disebut SARIANG atau PARENNUNG. Di Sulawesi Utara
(Minahasa) pemerintahan dilaksanakan oleh KUNTUA (Kepala Kampung) dibantu oleh
KEPALA JAGA (Kepala Bagian kampung), WEWETENG (Kepala sekelompok rumah), JURU
TULIS, PENGUKUR TANAH, MANTRI AER, TUKANG PELAKAT dan KEPALA JAGA POLISI.
Di
daerah MALUKU (Ambon) KEPALA NEGORIJ didampingi oleh BADAN SANIRI NEGERI yang
dalam melaksanakan pemerintahannya dibantu oleh AMA (Kepala Adat), KEPALA SOA
(Kepala Kampung), TUAN TANAH (Pengatur tanah), KAPITAN (Panglima Perang),
KEWANG (Polisi hutan), dan MARINJO (Petugas Juru Berita) dan Para PENDETA
KRISTEN atau ULAMA ISLAM.
Di
Irian jaya KORANJO (Kepala Desa) yang sifatnya membantu pemerintahan atasan
dalam melaksanakan administrasi pemerintahan perkampungan mendampingi kepala
Adat yang disebut ONDOWAFI, seorang Pemuka Adat yang mengetahui riwayat HAK
ULAYAT TANAH dan dapat memimpin pelaksanaan upacara adat. Kedua Pejabat Desa
ini dibantu oleh penulis desa, guru agama, dan beberapa MANDOR. Dalam pelaksanaannya
untuk daerah pantai utara di sekitar Teluk JAYAPURA dikarenakan sudah banyak
penduduk pendatang tidak begitu sukar pembinaan penduduknya, tetapi di daerah
pedalaman dikarenakan sifat dan watak penduduknya yang apatis, suka hidup
berkelompok, menyendiri dan memisah dari kelompok, AUWET (keluarga kecil yang
patrilineal) yang juga terletak berjauhan satu dan lainnya di daerah rawa-rawa
dan hutan-hutan, maka pembinaan penduduknya banyak kelemahan. Apalagi bagi
masyarakat Irian yang jauh di pedalaman dimana masih berbudaya batu.
Begiti pula di daerah NUSA TENGGARA
TIMUR yang kebanyakan masyarakatnya patrilineal bersuku-suku seperti halnya
orang-orang Pulau TIMOR dan FLORES dan berbagai suku di sekitarnya pemerintah
adatnya masih dipengaruhi oleh sifat-sifat kebangsawanan desa. Perkampungan
yang kecil-kecil yang dissebut KUAN dan LOPO yang hanya terdiri dari 4-10 rumah
dikepalai TEMUKUNG. Para TEMUKUNG itu dalam menjalankan pemerintahan
perkampungannya didampingi oleh AMNASI (Dewan Orang Tua) dan dibantu oleh NAKAF
(Juru Tulis). TOBE (Urusan Tanah) dan Guru Agama. Para TEMUKUNG itu bertanggung
jawab kepada FETOR yang sekarang dinamakan dengan CAMAT. Pembinaan masyarakat
suku-suku itu masih sering menimbulkan kesulitan walaupun sudah banyak penduduk
yang menganut AGAMA KATHOLIK KRISTEN
Di
NUSA TENGGARA BARAT yang penduduknya kebanyakan beragama islam seperti di
SUMBAWA pemerintahan kampong dilakukan oleh Kepala Kampung yang dibantu oleh
Tua-tua dari KEBAN (Bagian Kampung), MADUR (pembantu umum), MALAR (petugas
urusan tanah). Sedangkan petugas Urusan Agama merupakan jabatan kehormatan yang
terdiri dari LEBEI (LEBAI), PENGHULU, RURA, MODUN, KETIB, dan MARBAT yang
kesemuanya disebut HUKUM dan merupakan petugas-petugas Mesjid yang juga
berperan dalam melaksanakan Peradilan adat (keagamaan) bersama dengan Kepala
Kampung.
Kemudian
dalam rangka penyesuaian dengan Sistem Pemerintahan Desa sebagaimana diatur
dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 yang menarik untuk ditelaah adalah
Sistem Pemerintahan Desa di BATAK, MINANGKABAU dan BALI sebagaimana diuraikan
di bawah ini:
a.
Bahwa BATAK-TOBA menurut adat, sebagai
Kepala NEGARI atau Kepala KURIA adalah disebut RAKA PARJOLO yang menjalankan
pemerintahan adatnya dibantu oleh RAJA PORTAHI.
Di SAMOSIR disebut RAJA DOLI dengan pembantunya juAga
disebut RAJA PORTAHI dari berbagai HUTA dan MARGA-MARGA BORU atau MARGA PARIPPE
(pendatang) berdasarkan keputusan kerapatan dari DALIHAN NA TOLU. Di daerah
KARO pemerintahan adat suatu URUNG (gabungan dari KUTA atau KAMPUNG)
dilaksanakan dan dipimpin oleh DEWAN PARA PENGHULU sedangkan PENGHULU KESAIN
(Kepala Kampung) dalam pelaksanaan pemerintahan adat dibantu oleh ANAK BERU
SENINA. Sebaliknya TAPANULI SELATAN dapat terjadi yang
berkedudukan sebagai KEPALA KURIA adalah dari pihak BORU yang melaksanakan
pemerintahan bersama BAYO-BAYO NA GODANG serta para RAJA NI HUTA.
b.
Di MINANGKABAU dalam dua sistem
pemerintahan adat ke-NAGARI-an maka menurut adat BODI CHANIAGO yang memerintah
adalah kerapatan Adat para PENGHULU ANDIKO yaitu kepala pelaksanaanya
dijalankan oleh URANG AMPEK JINIH yang terdiri dari PENGHULU (Kepala NAGARI),
MANTI (Sekretaris), MALIIM (Pejabat Agama) dan LUBALANG (Petugas Keamanan).
Sedangkan menurut adat KOTO PILIANG yang menjadi kepala NAGARI ialah PENGHULU
PUCUK yang membawahi para ketua Suku dari berbagai kerabat PARUIK yang
berlainan dengan PENGHULU ANDIKO-nya masing-masing. Di sini yang berperan dalam
keraparatan adat adalah PENGHULU SUKU begitupula dalm melaksanakan peradilan
Adat, sedangkan di BODI CHANIAGO langsung ditangani bersama para PENGHULU
ANDIKO dalam kerapatan adatnya tanpa adalagi PENGHULU PUCUK yang berkuasa di
atasnya, baik urusan pemerintah umum maupun peradilan Adat. Jika dalam
pemerintahan NEGARIN di BATAK dipengaruhi oleh struktur kekerabatan patrilineal
DALIHAN NA TOLU dan di MINANGKABAU pemerintahan NAGARI dipengaruhi oleh
struktur kekerabatan matrilineal BERMAMAK KEMENAKAN.
c.
Di BALI walaupun susunan kekerabatannya
petrilineal namun yang nampak besar pengaruhnya adalah susunan menurut
keagamaan HINDU dan adanya sistem keagamaan di TANAH KERING (BANJAR) dan sistem
pemerintahan adat keagamaan di TANAH BASAH (SUBAK). Pemerintahan di TANAH
KERING adalah merupakan pemerintahan Desa Adat yang dipimpin oleh KLIAN DESA
(Kepal
a Desa) yang juga disebut PERBEKEL.Kepala desa dibantu oleh PANGLIMAN
(wakil-wakil PERKEBEL) dan para KLIAN BANJAR (Kepala bagian Desa) didampingi
oleh kerapatan Adat BALEI BANJAR yang beranggotakan KRAMA DESA atau KRAMA
BANJAR yaitu warga desa yang telah berkeluarga atau telah kawin. Untuk
keperluan urusan Agama (keagamaan) di BANJAR dilaksanakan oleh petugas
keamanan (Para SULINGGIH) terutama Para
PEMANGKU. Pemerintahan di TANAH BASAH adalah merupakan pemerintahan SUBAK
(daerah pengairan sawah) yang para KRAMA SUBAK
atau anggota SUBAK dimana terdiri dari para pemilik sawah. Susunan
pemerintahan SUBAK terdiri dari SEDAHAN AGUNG (petugas pajak di Kabupaten),
SEDAHAN atau SEDAHAN SAWAH (petugas pajak di suatu daerah SEDAHAN), kemudian
membawahi beberapa KLIAN Subak (kepala suku wilayah pengairan) yang dibantu
oleh KLIAN TEMPEK (petugas administrasi SUBAK) dan sejumlah PEKASEH (SEKA YEH)
(para petugas urusan pengairan sawah). Para PEKASEH dimaksud di dalam
melaksanakan tugasnya mendapat imbalan jasa dari PENGOT (pajak air).
5.
Harta Kekayaan
Desa
Di dalam
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang PEMERINTAHAN DESA tidak diatur
mengenai harta kekayaan Desa. Pada bagian 8 tentang Sumber Pendapatan, kekayaan
dan Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran Keuangan Desa (pasal 21) dikatakan
bahwa:
a.
Pendapatan asli
daerah sendiri :
1)
Hasil tanah-tanah Kas Desa
2)
Hasil swadaya dan partisipasi
masyarakat desa
3)
Hasil dari gotong royong masyarakat
4)
Lain-lain dari hasil usaha desa yang sah.
b.
Pendapatan yang
berasal dari pemberian pemerindah Pemerintah Daerah
1)
Sumbangan dan bantuan pemerintah
2)
Sumbangan dan bantuan pemerintah daerah
3)
Sebagian dari pajak dan retribusi
daerah yang diberikan kepada desa.
c.
Lain-lain
pendapatan yang sah
Munurut hukum adat suatu desa
sebagai badan hukum adat mempunyai harta kekayaan desa yang memiliki atau
dikuasai oleh desa, baik berupa tanah, baungunan, hutang piutang, dan lainnya.
Di masa yang sekaran hal yang menyangkut pemilikan tanah atau penguasaan tanah
harus mengingat UUPA (Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960).
Pasal 1 ayat (2) UUPA dinyatakan:
“seluruh bumi, air
dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam
wilayah Republik Indonesian sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi,
air dan ruang angkasa babgsa Indonesia dan merupakan kekayaan Nasional.
Pasal 2 ayat (1) menyatakan:
“atas dasar
ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan hal-hal sebagai yang dimaksuk
dalam pasal 1 bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang
terkandung didalamya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebagai
organisasi kekuasaan seluruh rakyat”.
Marilah kita tinjau kembali tentang harta kekayaan desa
menurut hukum adat yang dibeberapa daerah masih dianggap berlaku menurut hukum
adat setempat. Harta kekayaan tersebut
merupakan bidang-bidang tanah, bangunan dan mungkin juga kalau ada berupa
hutang piutang dan lain-lain.
a.
TANAH HAK ULAYAT
Semua bidang tanah yang dikatakan tanah hak ulayat desa adalah berupa tanah
hutan termasuk hutan larangan yang diserahkan pengawasannya kepada desa yang bersangkutan seperti
tanah hutan, semak belukar, rawa-rawa, tanah-tanah bekas peladangan yang telah
ditinggalkan penggarapnya yang berada diwilayah batas desa yang bersangkutan
yang dikuasai oleh desa (KURIA, MARGA, NAGARI, NEGORIJ, dan lainnya). Yang bukan
milik kerabat, milik perseorangan, perusahaan dan sebagainya.
Di beberapa TANAH
HAK ULAYAT itu disebut WEWENGGOKONN-Jawa (TORLUK-Angkola),
(ULAYAT-Minangkabau), (TANAH MARGA-Lampung), (PENYAMPETO atau
PAWATASAN-Kalimantan), (LIMPO-Sulawesi Selatan), (TATABUAN-Bolaang nongodow),
(PATUANAN –Ambon), (PAER-Lombok), (PRABUMIAN atau PAYAR-Bali). Bidang-bidang
tanah tersebut apabila tidak dimanfaatkan untuk sumber kehidupan penduduk desa
yang bersangkutan dan atau tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan
daerah (nasional) maka berdasarkan ketentuan pasal 2 ayat (1) UUPA dikuasai
oleh Negara sepenuhnya.
b.
TANAH DESA
Sebidang tanah
desa yang berada didalam atau sekitar desa atau kampung yang bukan milik
kerabat, milik perorangan, milik yayasan atau lembaga atau perusahaan adalah
TANAH DESA atau TANAH MILIK DESA. Tanah
dimaksud seperti Tanah pekuburan, tanah tempat ibadah (masjid, surau, gereja,
pura), tanah-tanah tempat lembaga pendidikan (sekolah, madrasah, pesantren,
pondok), tanah balai desa, tanah lapangan desa, (tempat olah raga, tempat
mengembalakan ternak), tanah pasar desa, dan lain-lainnya.
Bidang-bidang tanah yang disediakan desa untuk kebutuhan hidup dari
keluarga kepala desa dan perabot desa-nya selama memangku jabatan seperti TANAH
BENGKOK atau TANAH PAKULEN di pedesaan Jawa adalah TANAH DESA. Tetapi
bidang-bidang tanah (kebun buah-buahan, tempat penangkapan ikan, dan lain-lain)
yang disediakan adau berasal dari cikal bakal keturunan para keluarga penghulu
adat yang dipusakai turun temurun sebagai milik bersama bukan tanah desa
melainkan TANAH KERABAT atau TANAH SUKU. Tanah-tanah serupa ini kebanyakan
terdapat di perkampungan luar Jawa.
c.
BANGUNAN DESA
Semua bangunan seperti
Balai Desa, Kantor Desa, Tempat-tempat ibadah
(masjid, gereja, pura, dan sebagainya), Tempat pemandian (ditepi sungai),
Bangunan Pasar, Bangunan Pelabuhan Transport di Desa, Pintu Gerbang Desa,
Pakaian Perlengkapan Adat Kesenian (tabuhan, gamelan, dan lain-lain) yang bukan
milik perorangan, yayasan, perkumpulan atau perusahaan dan bukan dapat meminjam
atau menyewa dari pihak lain adalah milik desa. Akan tetapi bangunan berupa
Balai Adat, Rumah Kerabat, Alat pakaian kesenian Adat pedesaan yang bersifat
kekerabatan (genealogis) bukan milik desa melainkan milik kerabat keturunan
yang bersangkutan (persekutuan hukum adat) kecuali telah diserahkan kepada
desa.
Selanjutnya
termasuk kekayaan adat selain mebeulair, alat-alat kantor (brandcash, mesin ti,
dan lain-lain), hutang piutang desa (sewa pasar, inventaris yang belum
dilunasi), mesin traktor, alat pertanian
termasuk bibit, pupuk, dan lumbung desa yang tidak ada sangkut pautnya dengan
milik perorangan, yayasan, perkumpulan, perusahaan, koperasi dan lain-lainnya,
kesemuanya adalah harta kekayaan desa.
D.
RANGKUMAN
Hukum adat ketatanegaraan adalah hukum yang mengatur
tentang susunan ketatanegaaran masyarakat adat di berbagai wilayah/daerah di
Indonesia.
Hukum adat ketatanegaraan menjelaskan tentang berbagai
hal diantaranya yaitu, aturan-aturan
hukum adat yang mengatur tentang tata susunan masyarakat adat, bentuk-bentuk
masyarakat (perekutuan) hukum adat (Desa), alat-alat perlengkapan (Desa),
susunan jabatan dan tugas masing-masing anggota Perlengkapan Desa, Majelis
Kerapatan Adat Desa, dan harta kekayaan
Desa di berbagai wilayah/daerah di Indonesia.
E. Latihan dan
Soal
4
|
|||||||||||||||||||||
1
|
|||||||||||||||||||||
5
|
|||||||||||||||||||||
2
|
3
|
||||||||||||||||||||
7
|
|||||||||||||||||||||
6
|
12
|
||||||||||||||||||||
9
|
14
|
11
|
|||||||||||||||||||
8
|
13
|
10
|
|||||||||||||||||||
16
|
17
|
18
|
|||||||||||||||||||
15
|
|||||||||||||||||||||
19
|
Mendatar:
1.
Kas desa,
hasil swadaya, hasil gotong royong merupakan……desa
2.
Anak karung,
Tomaradeka, dan Ata merupakan sebutan masyarakat pada daerah……
3.
Pemerintahan
desa adat yang dipimpin oleh Kelian desa di Bali tepatnya yaitu pada daerah……
8. Kehidupan kewargaan desa yang
berdasarkan ikatan territorial
(ketetanggaan) berlaku pada daerah……
10. Susunan masyarakat yang
dipengaruhi oleh kehidupan genealogis (patrilineal) dengan pertalian
kekerabatan disebut dengan……
13. Singkatan dari Hukum Adat
Ketatanegaraan adalah……
15. Tanah bengkok atau tanah
pakulen merupakan sebutan dari……di Pulau Jawa
16. Daerah pengairan sawah pada
daerah Bali disebut dengan……
19. Do haba, Do Mahara, dan Do
Lioe merupakan sebutan masyarakat pada daerah……
Menurun:
1.
Sebutan lain
kepala masyarakat di Sumatera Selatan yaitu……
4.
Utus Gantong,
Utus Tatau, Utus Readah merupakan sebutan masyarakat pada daerah……
5.
Jabatan Kepala
Desa pada masyarakat Jawa disebut dengan……
7. Sebutan desa di Jawa Tengah dan Jawa Timur……
9. Sebutan Tanah Hak Ulayat di daerah
Kalimantan disebut dengan……
11.
Sebutan desa di Aceh adalah……
12.
Wilayah yang ditempati oleh suatu penduduk disebut dengan……
14. Sistem kekerabatan masyarakat
Minangkabau terikat dalam kesatuan rumah adat yang disebut……
17. Kasta Brahmana, Kasta
Ksatria, dan Kasta Waisa merupakan sebutan masyarakat pada daerah……
18. Sebutan lain dari bagian
kampong di daerah Sumbawa disebut dengan……
DAFTAR PUSTAKA
Setiady, Tolib. 2008. INTISARI HUKUM ADAT INDONESIA (dalam kajian
kepustakaan). Bandung:ALFABETA.
Sudiyat, Iman. 1991. Asas-asas
Hukum Adat Bekal Pengantar.
Yogyakarta:LIBERTY.
BIODATA PENYUSUN
Nama :
HAFIZAH AWALIA
Tempat/Tgl. Lahir :
Taliwang, 3 Maret 1992
Kota Asal :
Taliwang Kabupaten Sumbawa Barat
Alamat Sekarang :
Gomong Sakura IV Gang IV No. 3
Riwayat Pendidikan :
1.
SD :
SDN 04 TALIWANG (2004)
2.
SMP : MTsN 01 TALIWANG (2007)
3.
SMA : SMAN 01 TALIWANG (2010)
No. Hp :
087863725705
Alamat e-mail :
Hafizah_Lucky_Girl@yahoo.com
Nama :
RABIATUSSA’DIYAH
Tempat/Tgl. Lahir :
Mataram, 2 November 1990
Kota Asal :
Mataram
Alamat Sekarang :
Jln. Gotong Royong, Gg. Dahlia No.VIII,
Ling. Kebun Bawak Tengah, Kel. Kebun Sari,
Kec. Ampenan.
Riwayat Pendidikan :
1.
SD :
SDN 30 AMPENAN (2004)
2.
SMP : MTsN 01 MATARAM (2006)
3.
SMA : SMAN 01 TALIWANG (2009)
No. Hp :
081805275423
Alamat e-mail :
Nama :
YULAINI
Tempat/Tgl. Lahir :
Presak, 14 Oktober 1991
Kota Asal :
Lombok Timur
Alamat Sekarang :
Gomong Sakura IV, Gang. V No. 3
Riwayat Pendidikan :
1.
SD : MI 2 JONTAK (2004)
2.
SMP : MTs DANGER (2006)
3.
SMA : SMAN 01 MASBAGIK (2009)
No. Hp :
081805275423
Alamat e-mail :
Nama :
RIRIN ANGGRAINI
Tempat/Tgl. Lahir :
Masbagik, 21 Juni 1991
Kota Asal :
Masbagik, Lombok Timur
Alamat Sekarang :
Turide, Cakranegara
Riwayat Pendidikan :
1.
SD : SDN 09 Masbagik (2004)
2.
SMP : SMPN 01 Masbagik (2007)
3.
SMA : SMAN 01 Sukamulya (2010)
No. Hp :
083129065965
Alamat e-mail : Anggrainiririn24@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar