Senin, 30 April 2012

HUKUM ADAT KETATANEGARAAN






“BHINEKA TUNGGAL IKA
BERBEDA-BEDA TETAPI TETAP SATU JUA”

B.     Pengantar
Seperti yang kita ketahui bahwa sangat banyak hukum yang berlaku di Indonesia salah satunya yaitu hukum adat ketatanegaraan. Tetapi, seiring dengan perkembangan zaman bahwa hukum adat ketatanegaraan sudah mulai hilang, terkikis, dan terlupakan oleh masyarakat adat di Indonesia. .
Melalui makalah ini hal-hal mengenai hukum adat ketatanegaraan akan dibahas secara lebih rinci agar mudah dipahami khususnya bagi semua kalangan masyarakat adat yang ada di Indonesia.
C.     Uraian Materi

1.       Pengertian Hukum Adat Ketatanegaraan
Ada beberapa pengertian tentang Hukum Adat Ketatanegaraan menurut para ahli, yaitu:
a.       Menurut Prof. H. Hilman Hadikusuma, S.H., (Tolib Setiady.2008, hlm. 377) bahwa yang dimaksud dengan Hukum Adat Ketatanegaraan adalah “Aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang tata susunan masyarakat adat, bentuk-bentuk masyarakat (perekutuan) hukum adat (Desa), alat-alat perlengkapan (Desa), susunan jabatan dan tugas masing-masing anggota Perlengkapan Desa, Majelis Kerapatan  Adat Desa, dan harta kekayaan Desa”.
b.       Menurut Prof. Bus.Har Muhammad, S.H., (Tolib Setiady.2008, hlm. 377) bahwa “Hukum Adat ketata negaraan adalah bagian dari Hukum Adat mengenai susunan pemerintahan”.
c.       Menurut Siswanto dalam blognya
(http://siswanto210700227.blogspot.com/2010/hukum-adat ketatanegaraan.html) bahwa “Hukum adat ketatanegaraan adalah aturan aturan hukum yang mengatur tentang tata susunan masyarakat adat”.
Dari beberapa pengertian hukum adat ketatanegaraan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hukum adat ketatanegaraan adalah hukum yang mengatur tentang susunan ketatanegaaran masyarakat adat di berbagai wilayah/daerah di Indonesia.
2.       Bentuk Desa
Ada beberapa pengertian desa, antara lain:
a.       Menurut ketentuan Undang-undang No. 5 Tahun 1679 Pasal 1 dikatakan bahwa:
“Yang dimaksud dengan DESA adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai suatu kesatuan masyarakat termasuk didalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah CAMAT dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan yang dinamakan DUSUN adalah bagian wilayah dalam DESA yang merupakan lingkungan kerja pelaksanaan pemerintahan DESA”.
b.      Menurut Prof. Iman Sudiyat, S.H., dalam bukunya Asas-asas Hukum Adat Bekal Pengantar mengatakan bahwa:
“Suatu Desa ialah suatu kesatuan kemasyarakatan berdasarkan ketunggalan wilayah yang organisasinya didasarkan atas tradisi yang hidup dalam suasana rakyat dan mempunyai suatu badan tata urusan pusat yang berwibawa diseluruh lingkungan wilayahnya”.
Menurut Tolib Setiady bahwa bentuk-bentuk Desa diseluruh Indonesia itu dalam kenyataannya berbeda-beda dikarenakan berbagai faktor antara lain sebagai berikut:
·         Wilayah yang ditempati penduduk, ada wilayah yang sempit ditempati penduduk yang padat dan ada wilayah yang luas ditempati oleh penduduk yang jarang.
·         Susunan masyarakat hukum adat, ada masyasrakat adat (Desa) yang susunannya berdasarkan ikatan kekerabatan (Genalogis) dan atau berdasarkan ikatan keagamaan.
·         Sistem pemerintahan adat dan nama-nama jabatan pemerintahan adat yang berbeda-beda dan penguasaan harta kekayaan desa yang berbeda-beda.
Perbedaan itu diantaranya sebagai berikut:
·         DESA di Pulau Jawa

Di Pulau Jawa seperti di Jawa Tengah dan Jawa Timur, DESA dengan DUKUH-DUKUH-nya merupakan wilayah yang ditempati sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat yang padat, begitu pula di daerah Pasundan DESA dengan LEMBUR-LEMBUR-nya atau di Banten DESA dengan AMPIAN-AMPIAN-nya walaupun penduduknya agak jarang dan tersebar namun jarak antara bagian-bagian DESA dengan pusat DESA (KRAJAN-Jawa) tidak berjauhan.
Demikian pula halnya dengan Bali, DESA dengan BANJAR-BANJAR-nya tetapi di Bali penduduk Desanya dapat dibedakan antara Marga Adat BANJAR (dalam pemerintahan tanah kering) dan Marga Adat SUBAK (dalam pemerintahan tanah basah atau pengairan) (WATERSCHAP).
·         Daerah-daerah di Luar Jawa
Lain halnya dengan daerah-daerah di Luar Jawa, bentuk wilayah kediaman yang dapat disamakan dengan bentuk DESA adalah seperti di ACEH disebut MUKIM sebagai kesatuan beberapa GAMPONG. Di BATAK disebut NEGARI atau KURIA dengan beberapa KAMPUANG atau SUKU. Di Sumatera Selatan MARGA dengan beberapa DUSUN. Di Lampung MARGA dengan beberapa KAMPUNG (TIYUH) (PEKON). Di Kalimantan yang masih merupakan rumpun suku dan anak-anak sukunya. Di SULAWESI SELATAN dalam bentuknya yang lama WANUA (Bugis), PA’RASANGAN atau BORI (Makasar). Sulawesi Utara WANUA (Minahasa). Di AMBON (MALUKU) AMAN dengan beberapa SOA.
Pada umumnya yang merupakan bentuk DESA di Luar Jawa merupakan tempat kediaman penduduk yang terdiri dari perkampungan yang kecil-kecil yang hanya terdiri dari rumah degan HAK ULAYAT tanah peladangan dan hutan yang luas. Kampung-kampung tersebut ada yang setengah berdiri sendiri mengatur pemerintahan rumah tangga kampungnya dengan Raja-Raja Adat masing-masing, kebanyakan letak perkampungan jauh dari pusat Desa dan bahkan masih ada yang penduduknya tidak menetap, masih berpindah-pindah tempat sesuai dengan kehidupan pertanian lading atau pengembalaan ternak.
3.       Susunan Masyarakat Desa
Susunan masyarakat desa dipengaruhi oleh latar belakang sejarah terjadinya Desa dan harta kekayaan yang dimiliki atau dikuasai oleh keluarga atau kerabat tertentu sehingga menimbulkan kebangsaan Desa.
a.       Di kalangan Masyarakat JAWA
Di kalangan msyarakat adat Jawa yang Kehidupan kewargaan desanya berdasarkan ikatan territorial (ketetanggaan) semata-mata, maka susunan kemasyarakatan dibedakan tingkatan sosial ekonominya menurut harta kekayaan yang dimiliki setiap keluarga SOMAH (serumah) (keluarga BATIH).
1)        Tingkat Pertama
KULI KENCANG adalah mereka yang berasal dari keturunan Pembangun Desa dengan memiliki bangunan rumah dan tanah pekarangan serta tanah pertanian (sawah) yang luas. (Golongan mereanyaka dahulu kebanyakan berperan dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa).
2)       Tingkat Kedua
KULI GUNDUL adalah mereka yang hanya mempunyai bangunan rumah dan tanah pekarangan saja. (golongan ini merupakan pembantu dan golongan pertama).
3)       Tingkat Ketiga
TIANG MENUMPANG, adalah mereka yang tidak mempunyai hak milik apa-apa dan hanya menjadi buruh tani atau membantu kehidupan keluarga majikan yang ditumpanginya.
b.      Di Tanah Batak
Di Tanah Batak susunan masyarakatnya dipengaruhi oleh dasar kehidupan yang genealogis patrileneal dengan pertalian kekerabatan disebut TUNGKU TIGA (DALIHAN NA TOLU-Batak), (SINGKEP SIELU-Karo) yang terdiri dari MARGA HULA-HULA, MARGA DONGAN TOBU dan MARGA BORU. Susunan demikian dikarenakan ada larangan perkawinan satu marga.
      Walaupun kekuasaan tertinggi dipegang oleh Kerapatan Adat Raja adat wakil dari DALIHAN NA TOLU naun MARGA  HULA-HULA dikarenakan ia adalah MARGA PEMBERI DARA (wanita) sebagai MARGA MERTUA yang yaitu yang menguasai tanah maka menempati kedudukan terhormat, dan MARGA HULA-HULA sebagai MARGA TANAH.
      Demikian pula dalam pemerintahan adat MARGA HULA-HULA adalah MARGA RAJA sebagai RAJA yang memerintah, sedangkan MARGA DONGAN TOBU yang menjadi MARGA BORU merupakan golongan kedua karena kedudukannya sebagai MARGA MENANTU (Marga penerima Dara), maka dalam melaksanakan pemerintahan adat bertindak sebagai pembantu dari pihak MARGA HULA-HULA-nya. Begitu juga jika ada lagi pendatang baru yaitu MARGA PARIPPE (Marga Penumpang) kesemuanya tunduk menghormati MARGA HULA-HULA.
c.       Di MINANGKABAU
Di Minangkabau susunan masyarakat NAGARI-nya dipengaruhi oleh sistem kekerabatan yang genealogis matrilineal dengan hukum adatnya yang BERMAMAK KEMENAKAN dan yang terikat pada kesatuan RUMAH GADANG (Rumah Kerabat)
Tingkatan kedudukan dari para kemenakan itu dibedakan menjadi:
1)       Kemenakan batali DARAH
Yaitu kemenakan yang sekandung dari ibu (asal) yang berhak dan berperan sebagai MAMAK KEPALA WARIS, TUNGGANAI dan PENGHULU.
2)       Kemenakan batali ADAT
Yaitu kemenakan yang diangkat yang berasal dari keluarga lain dan hanya dapat menggantikan kedudukan sebagai MAMAK  BATA atau PENGHULU apabila KEMENAKAN BATALI DARAH sudah tidak ada lagi yang menggantikan.
3)       Kemenakan batali EMAS atau batali BUDI
Yaitu kemenakan yang diakui sebagai kemenakan karena baik budi.
4)       Kemenakan di bawah lutut
Ialah kemenakan yang diasuh karena diperlukan tenaganya yang asal-usulnya tidak jelas entah diman.
d.      Di LAMPUNG
Sebagaimana susunan masyarakat adat lainnya ternyata susunan masyarakat adat LAMPUNG juga dibedakan yang terdiri dari:
1)       Golongan Kepunyimbangan Bumi yaitu marga yang bernilai harga diri 24.
2)       Golongan Kepunyimbangan Ratu (Tiyuh) yang bernilai harga diri 12.
3)       Golongan Kepunyimbangan Raja (Sukuh) yang bernilai harga diri 6.
4)       Golongan Warga Biasa dan Beduwa (Budak) yang tidak bernilai harga diri.
Adanya tingkat Kepunyimbangan dalam susunan masyarakat tersebut di masa sekarang sudah semakin luntur pengaruhnya. KEPUNYIMBANGAN  adalah merupakan kedudukan kepemimpinan penerus keturunan.
e.       Di Kalangan Masyarakat DAYAK
Di kalangan masyarakat DAYAK Kalimantan di masa lampau juga terdapat susunan masyarakat seperti pada masyarat DAYAK NGAJU yang membedakan antara warga desa mereka yang disebut:
1)       UTUS GANTONG (Kaum Bangsawan)
2)       UTUS TATAU (Kaum Kaya)
3)       UTUS RENDAH atau UTUS PEHEBELUM (kaum miskin, dan warga yang tidak merdeka yaitu KAUM BUDAK yang disebut REWAR atau BUDAK HAK MILIK ORANG LAIN dan atau JAPEN yaitu budak yang mengabdi pada seseorang karena hutangnya belum lunas.
f.        Di SULAWESI SELATAN
Di Sulawesi selatan di kalangan ORANG BUGIS dan MAKASAR juga terdapat susunan masyarakat yang terdiri dari:
1)       ANAK KARUNG (BUGIS) atau ANAK KARAENG (makasar) yaitu Golongan Bangsawan.
2)       TOMARADEKA (BUGIS) atau TUMARADEKA (MAKASAR) yaitu orang-orang yang merdeka.
3)        ATA, yaitu golongan budak, asal keturunan tawanan perang atau karena belum me lunasi hutang atau karena melanggar pantangan adat.
g.      Di SULAWESI UTARA
Di Sulawesi Utara di kalangan masyarakat MINAHASA yang sekarang sudah tidak tenar lagi susunan masyarakat yang lama itu terdiri dari:
1)       GOLONGAN AGAMA yang tertinggi yang disebut MAKARUA SIOU atau WALIN atau TONAAS.
2)       GOLONGAN MENENGAH yaitu golongan yang memerintah yang disebut PAENDON TUA atau PAMATUAN yang terdiri dari para PANGLIMA (TETERUSAN) atau PRAJURIT atau WARANEL.
3)       GOLONGAN ORANG BIASA yang disebut PASIOWAN TELU.

h.      Di NUSA TENGGARA TIMUR
Di Nusa Tenggara Timur juga terdapat perbedaan susunan masyarakat misalnya di Pulau,  SAWU terbagi dalam 3 (tiga) golongan keturunan yaitu:
1)       DO HABA, keturunan leluhur yang tua
2)       DO MAHARA, yang keturunan leluhur yang kedua
3)       DO LIAE, adalah keturunan leluhur yang bungsu
i.        Di lingkungan Masyarakat beragama HINDU BALI
Masyarakatnya tersusun dalam 4 (empat) kasta yaitu :
1)       KASTA BRAHMANA, adalah golongan pendeta yang merupakan golongan pertama.
2)       KASTA KSATRIYA, adalah golongan bangsawan yang merupakan golongan kedua.
3)       KASTA WAISA, adalah golongan pedagang yang merupakan golongan ketiga.
Ketiga golongan tersebut diatas dinamakan TRIWANGSA, dan disamping itu dikenal pula orang-orang JABA yaitu KASTA SUDRA yang jumlahnya terbanyak dari seluruh penduduk.
      Susunan masyarakat pedesaan yang berbeda-beda diberbagai daerah di Indonesia tersebut diatas ada yang masih tetap bertahan dan banyak yang mulai runtuh. Susunan yang bersifat kebangsawanan desa dimasa sekarang ini sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman, tetapi jika yang dijadikan ukuran kaya dan miskin masih tetap berpengaruh di pedesaan.

4.       Pemerintah DESA
Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 dikatakan sebagai berikut:
Pemerintah Desa itu terdiri dari Kepala Desa dan Lembaga Musyawarah Dalam (LDM). Dalam pelaksanaan tugasnya pemerintah desa dibantu oleh perangkat desa yang terdiri dari Sekretariat Desa dan Kepala-Kepala Dusun”.
Kepala Desa adalah penduduk desa warganegara Indonesia yang dipilih oleh penduduk desa untuk masa jabatan selama 8 (delapan) tahun, sedangkan LMD Anggota-anggotanya terdiri dari kepala Desa sebagai Ketua karena jabatannya dan anggota-anggota lain terdiri dari Kepala Desa sebagai ketua karena jabatannya, Sekretaris Desa sebagai sekretaris LMD karena jabatannya dan anggota-anggota lain dari Kepala Dusun, Pimpinan Lembaga-lembaga Kemasyarakatan Desa dan para Pemuka Masyarakat Desa yang bersangkutan.
Kemudian Sekretaris Desa terdiri dari Sekretaris Desa dan Kepala Urusan. Sumber Pendapatan Desa adalah berupa pedapatan asli desa (hasil tanah kas desa, hasil swadaya dan partisipasi masyarakat desa, hasil goton royong dan hasil usaha desa yang sah. Kemudian di samping itu, pendapatan berupa pemberian pemerintah daerah yang diberikan kepada desa).
Pemerintahan Desa menurut Hukum Adat yang lama setelah berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tersebut, prof. Hilman Hadikusuma, S. H., (dalam Tolib Setiady hlm. 383) menguraikan sebagai berikut:
“Jabatan Kepala Desa pada msyarakat JAWA yang lama disebut LURAH, KUWU, BEKEL atau PETINGGI biasanya diangkat dari Warga Desa yang tergolong KULI KENCENG (BAKU, PRIBUMI, SIKEP, GOGOL) dan biasanya jabatan Kepala Desa itu dipilih oleh Warga Desa dan Warga Desa yang berpengaruh karena dianggap berilmu tinggi, Akhli Agama (Kiayi, Guru Agama) atau dianggap berilmu kebal (JAGOAN, KEDOT, TANAH BESI dan sebagainya) mempunyai murid yang banyak seperti beberapa JARO di BANTEN”.
Dalam menjalankan pemerintahan desa (LURAH-Jawa), (KUWU-Sunda) dibantu oleh CARIK (Juru Tulis), KAMI TUA (Kepala Dukuh), MODIN (AMIL-Sunda) (yaitu pejabat agama dan pencatan kelahiran, kematian dan lain-lain), JAGA BRAYA (KULISI-Sunda) sebagai petugas keamanan, dan ULU-ULU (petugas urusan pengairan). Di pedesaan JAWA para pembantu Kepala Desa itu disebut PERABOT DESA sedangkan di PASUNDAN disebut KOKOLOT. Untuk mengatur pemerintahan desa lebih lanjut Kepala Desa mengadakan KUMPULAN DESA setiap 35 (tiga puluh lima) hari sekali bertempat di Balai Desa yang dihadiri oleh semua PERABOT DESA (Tua-tua Masyarakat Desa). Begitu pula di dalam melaksanakan PERADILAN DESA (DORPJUSTITIE) Kepala desa dan Staf Pembantunya bertindak sebagai HAKIM DESA dan untuk perkara yang menyangkut Hukum Adat ia juga beertindak sebagai KEPALA ADAT. Adapun penghasilan Kepala Desa dan Perabot Desa tergantung pada ketetapan dan pemerintah atasan (Assisten WEDANA, CAMAT) dan untuk menghidupi keuarganya disediakan oleh Desa berupa TANAH BENGKOK atau TANAH PAKULEN.
Pada umumnya Pemerintahan Adat Desa di masa lampau belum bekerja dengan sistem Anggaran Belanja dan Administrasi yang teratur dan gambaran Pemerintahan Desa yang demikian tidak jauh berbeda dengan MUKIM (GABUNGAN KAMPUNG) yang dikepalai oleh IMEUM dan GAMPONG-GAMPONG-nya dikepalai oleh KEUCHIK di ACEH yang memegang jabatannya secara turun temurun, hanya saja dikarenakan di ACEH masyarakat pedesaannya kuat dipengaruhi oleh Agama Islam maka peranan TEUNGKU MEUNASAH (Penghulu Agama) di GAMPONG sangat berpengaruh.
            Pemerintahan Desa itu dilaksanakan oleh IMEUM, KEUCHIK dan TEUNGKU MEUNASAH ADA bersama-sama dengan Majelis EREUNG TUA yaitu PEMUKA ADAT dan masyarakat setempat. Hanya saja di Provinsi ACEH berbeda dari daerah-daerah lainnya karena ACEH berdasarkan keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia Nomor 1/MISSI/1959 merupakan Daerah Istimewa dalam hal keagamaan, peradatan dan pendidikan.
            Begitu pula dengan Pemerintahan Desa di daerah-daaerah yang ikatan kemasyarakatannya bersifat territorial semata–mata dan orang dipengaruhi susunan masyarakat dengan ikatan kekerabatan genealogis seperti pemerintahan MARGA-MARGA di sumatera selatan yang dikepalai oleh KEPALA MARGA (PASIRAH) dan didampingi KERAPATAN ADAT MARGA dimana anggota-anggotanya adalah para PROWATIN ADAT dan TUA-TUA MASYARAKAT MARGA. Dalam menjalankan pemerintahan desa (MASYARAKAT TERRITORIAL) itu Kepala Marga dibantu oleh Para KRIO (Kepala Dusun), Para PEMANGKU dan PENGGAWA.
            Di daerah Kalimantan dimana PEMBELAK sebagai Kepala Administrasi Desa dalam melaksanakan pemerintahan desa didampingi oleh DEWAN TUA-TUA ADAT  yang disebut MANTIR. Di Sulawesi Selatan di masa lampau pemerintahan desa dilaksanakan oleh KEPALA WANUA yang disebut  ARUNG PALILI (Bugis) atau GALLARANG (Makasar) sedangkan sebagai Kepala Kampung yang disebut MATOWA atau JANNANG yang dibantu oleh beberapa pembantu yang disebut SARIANG atau PARENNUNG. Di Sulawesi Utara (Minahasa) pemerintahan dilaksanakan oleh KUNTUA (Kepala Kampung) dibantu oleh KEPALA JAGA (Kepala Bagian kampung), WEWETENG (Kepala sekelompok rumah), JURU TULIS, PENGUKUR TANAH, MANTRI AER, TUKANG PELAKAT dan KEPALA JAGA POLISI.
            Di daerah MALUKU (Ambon) KEPALA NEGORIJ didampingi oleh BADAN SANIRI NEGERI yang dalam melaksanakan pemerintahannya dibantu oleh AMA (Kepala Adat), KEPALA SOA (Kepala Kampung), TUAN TANAH (Pengatur tanah), KAPITAN (Panglima Perang), KEWANG (Polisi hutan), dan MARINJO (Petugas Juru Berita) dan Para PENDETA KRISTEN atau ULAMA ISLAM.
            Di Irian jaya KORANJO (Kepala Desa) yang sifatnya membantu pemerintahan atasan dalam melaksanakan administrasi pemerintahan perkampungan mendampingi kepala Adat yang disebut ONDOWAFI, seorang Pemuka Adat yang mengetahui riwayat HAK ULAYAT TANAH dan dapat memimpin pelaksanaan upacara adat. Kedua Pejabat Desa ini dibantu oleh penulis desa, guru agama, dan beberapa MANDOR. Dalam pelaksanaannya untuk daerah pantai utara di sekitar Teluk JAYAPURA dikarenakan sudah banyak penduduk pendatang tidak begitu sukar pembinaan penduduknya, tetapi di daerah pedalaman dikarenakan sifat dan watak penduduknya yang apatis, suka hidup berkelompok, menyendiri dan memisah dari kelompok, AUWET (keluarga kecil yang patrilineal) yang juga terletak berjauhan satu dan lainnya di daerah rawa-rawa dan hutan-hutan, maka pembinaan penduduknya banyak kelemahan. Apalagi bagi masyarakat Irian yang jauh di pedalaman dimana masih berbudaya batu.
Begiti pula di daerah NUSA TENGGARA TIMUR yang kebanyakan masyarakatnya patrilineal bersuku-suku seperti halnya orang-orang Pulau TIMOR dan FLORES dan berbagai suku di sekitarnya pemerintah adatnya masih dipengaruhi oleh sifat-sifat kebangsawanan desa. Perkampungan yang kecil-kecil yang dissebut KUAN dan LOPO yang hanya terdiri dari 4-10 rumah dikepalai TEMUKUNG. Para TEMUKUNG itu dalam menjalankan pemerintahan perkampungannya didampingi oleh AMNASI (Dewan Orang Tua) dan dibantu oleh NAKAF (Juru Tulis). TOBE (Urusan Tanah) dan Guru Agama. Para TEMUKUNG itu bertanggung jawab kepada FETOR yang sekarang dinamakan dengan CAMAT. Pembinaan masyarakat suku-suku itu masih sering menimbulkan kesulitan walaupun sudah banyak penduduk yang menganut AGAMA KATHOLIK KRISTEN
            Di NUSA TENGGARA BARAT yang penduduknya kebanyakan beragama islam seperti di SUMBAWA pemerintahan kampong dilakukan oleh Kepala Kampung yang dibantu oleh Tua-tua dari KEBAN (Bagian Kampung), MADUR (pembantu umum), MALAR (petugas urusan tanah). Sedangkan petugas Urusan Agama merupakan jabatan kehormatan yang terdiri dari LEBEI (LEBAI), PENGHULU, RURA, MODUN, KETIB, dan MARBAT yang kesemuanya disebut HUKUM dan merupakan petugas-petugas Mesjid yang juga berperan dalam melaksanakan Peradilan adat (keagamaan) bersama dengan Kepala Kampung.
            Kemudian dalam rangka penyesuaian dengan Sistem Pemerintahan Desa sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 yang menarik untuk ditelaah adalah Sistem Pemerintahan Desa di BATAK, MINANGKABAU dan BALI sebagaimana diuraikan di bawah ini:
a.       Bahwa BATAK-TOBA menurut adat, sebagai Kepala NEGARI atau Kepala KURIA adalah disebut RAKA PARJOLO yang menjalankan pemerintahan adatnya dibantu oleh RAJA PORTAHI.
Di SAMOSIR disebut RAJA DOLI dengan pembantunya juAga disebut RAJA PORTAHI dari berbagai HUTA dan MARGA-MARGA BORU atau MARGA PARIPPE (pendatang) berdasarkan keputusan kerapatan dari DALIHAN NA TOLU. Di daerah KARO pemerintahan adat suatu URUNG (gabungan dari KUTA atau KAMPUNG) dilaksanakan dan dipimpin oleh DEWAN PARA PENGHULU sedangkan PENGHULU KESAIN (Kepala Kampung) dalam pelaksanaan pemerintahan adat dibantu oleh ANAK BERU SENINA. Sebaliknya TAPANULI SELATAN dapat terjadi yang berkedudukan sebagai KEPALA KURIA adalah dari pihak BORU yang melaksanakan pemerintahan bersama BAYO-BAYO NA GODANG serta para RAJA NI HUTA.
b.       Di MINANGKABAU dalam dua sistem pemerintahan adat ke-NAGARI-an maka menurut adat BODI CHANIAGO yang memerintah adalah kerapatan Adat para PENGHULU ANDIKO yaitu kepala pelaksanaanya dijalankan oleh URANG AMPEK JINIH yang terdiri dari PENGHULU (Kepala NAGARI), MANTI (Sekretaris), MALIIM (Pejabat Agama) dan LUBALANG (Petugas Keamanan). Sedangkan menurut adat KOTO PILIANG yang menjadi kepala NAGARI ialah PENGHULU PUCUK yang membawahi para ketua Suku dari berbagai kerabat PARUIK yang berlainan dengan PENGHULU ANDIKO-nya masing-masing. Di sini yang berperan dalam keraparatan adat adalah PENGHULU SUKU begitupula dalm melaksanakan peradilan Adat, sedangkan di BODI CHANIAGO langsung ditangani bersama para PENGHULU ANDIKO dalam kerapatan adatnya tanpa adalagi PENGHULU PUCUK yang berkuasa di atasnya, baik urusan pemerintah umum maupun peradilan Adat. Jika dalam pemerintahan NEGARIN di BATAK dipengaruhi oleh struktur kekerabatan patrilineal DALIHAN NA TOLU dan di MINANGKABAU pemerintahan NAGARI dipengaruhi oleh struktur kekerabatan matrilineal BERMAMAK KEMENAKAN.
c.       Di BALI walaupun susunan kekerabatannya petrilineal namun yang nampak besar pengaruhnya adalah susunan menurut keagamaan HINDU dan adanya sistem keagamaan  di TANAH KERING (BANJAR) dan sistem pemerintahan adat keagamaan di TANAH BASAH (SUBAK). Pemerintahan di TANAH KERING adalah merupakan pemerintahan Desa Adat yang dipimpin oleh KLIAN DESA (Kepal a Desa) yang juga disebut PERBEKEL.Kepala desa dibantu oleh PANGLIMAN (wakil-wakil PERKEBEL) dan para KLIAN BANJAR (Kepala bagian Desa) didampingi oleh kerapatan Adat BALEI BANJAR yang beranggotakan KRAMA DESA atau KRAMA BANJAR yaitu warga desa yang telah berkeluarga atau telah kawin. Untuk keperluan urusan Agama (keagamaan) di BANJAR dilaksanakan oleh petugas keamanan  (Para SULINGGIH) terutama Para PEMANGKU. Pemerintahan di TANAH BASAH adalah merupakan pemerintahan SUBAK (daerah pengairan sawah) yang para KRAMA SUBAK  atau anggota SUBAK dimana terdiri dari para pemilik sawah. Susunan pemerintahan SUBAK terdiri dari SEDAHAN AGUNG (petugas pajak di Kabupaten), SEDAHAN atau SEDAHAN SAWAH (petugas pajak di suatu daerah SEDAHAN), kemudian membawahi beberapa KLIAN Subak (kepala suku wilayah pengairan) yang dibantu oleh KLIAN TEMPEK (petugas administrasi SUBAK) dan sejumlah PEKASEH (SEKA YEH) (para petugas urusan pengairan sawah). Para PEKASEH dimaksud di dalam melaksanakan tugasnya mendapat imbalan jasa dari PENGOT (pajak air).
5.       Harta Kekayaan Desa
Di dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang PEMERINTAHAN DESA tidak diatur mengenai harta kekayaan Desa. Pada bagian 8 tentang Sumber Pendapatan, kekayaan dan Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran Keuangan Desa (pasal 21) dikatakan bahwa:
a.       Pendapatan asli daerah sendiri :
1)       Hasil tanah-tanah Kas Desa
2)       Hasil swadaya dan partisipasi masyarakat desa
3)       Hasil dari gotong royong masyarakat
4)        Lain-lain dari hasil usaha desa yang sah.
b.      Pendapatan yang berasal dari pemberian pemerindah Pemerintah Daerah
1)       Sumbangan dan bantuan pemerintah
2)       Sumbangan dan bantuan pemerintah daerah
3)       Sebagian dari pajak dan retribusi daerah yang diberikan kepada desa.
c.       Lain-lain pendapatan yang sah
 Munurut hukum adat suatu desa sebagai badan hukum adat mempunyai harta kekayaan desa yang memiliki atau dikuasai oleh desa, baik berupa tanah, baungunan, hutang piutang, dan lainnya. Di masa yang sekaran hal yang menyangkut pemilikan tanah atau penguasaan tanah harus mengingat UUPA (Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960).
Pasal 1 ayat (2) UUPA dinyatakan:
“seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesian sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa babgsa Indonesia dan merupakan kekayaan Nasional.

Pasal 2 ayat (1) menyatakan:
“atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan hal-hal sebagai yang dimaksuk dalam pasal 1 bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat”.
Marilah kita tinjau kembali tentang harta kekayaan desa menurut hukum adat yang dibeberapa daerah masih dianggap berlaku menurut hukum adat setempat. Harta kekayaan tersebut merupakan bidang-bidang tanah, bangunan dan mungkin juga kalau ada berupa hutang piutang dan lain-lain.
a.       TANAH HAK ULAYAT
Semua bidang tanah yang dikatakan tanah hak ulayat desa adalah berupa tanah hutan termasuk hutan larangan yang diserahkan pengawasannya kepada desa yang bersangkutan seperti tanah hutan, semak belukar, rawa-rawa, tanah-tanah bekas peladangan yang telah ditinggalkan penggarapnya yang berada diwilayah batas desa yang bersangkutan yang dikuasai oleh desa (KURIA, MARGA, NAGARI, NEGORIJ, dan lainnya). Yang bukan milik kerabat, milik perseorangan, perusahaan dan sebagainya.
Di beberapa TANAH HAK ULAYAT itu disebut WEWENGGOKONN-Jawa (TORLUK-Angkola), (ULAYAT-Minangkabau), (TANAH MARGA-Lampung), (PENYAMPETO atau PAWATASAN-Kalimantan), (LIMPO-Sulawesi Selatan), (TATABUAN-Bolaang nongodow), (PATUANAN –Ambon), (PAER-Lombok), (PRABUMIAN atau PAYAR-Bali). Bidang-bidang tanah tersebut apabila tidak dimanfaatkan untuk sumber kehidupan penduduk desa yang bersangkutan dan atau tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan daerah (nasional) maka berdasarkan ketentuan pasal 2 ayat (1) UUPA dikuasai oleh Negara sepenuhnya.
b.      TANAH DESA
Sebidang tanah desa yang berada didalam atau sekitar desa atau kampung yang bukan milik kerabat, milik perorangan, milik yayasan atau lembaga atau perusahaan adalah TANAH DESA  atau TANAH MILIK DESA. Tanah dimaksud seperti Tanah pekuburan, tanah tempat ibadah (masjid, surau, gereja, pura), tanah-tanah tempat lembaga pendidikan (sekolah, madrasah, pesantren, pondok), tanah balai desa, tanah lapangan desa, (tempat olah raga, tempat mengembalakan ternak), tanah pasar desa, dan lain-lainnya.
Bidang-bidang tanah yang disediakan desa untuk kebutuhan hidup dari keluarga kepala desa dan perabot desa-nya selama memangku jabatan seperti TANAH BENGKOK atau TANAH PAKULEN di pedesaan Jawa adalah TANAH DESA. Tetapi bidang-bidang tanah (kebun buah-buahan, tempat penangkapan ikan, dan lain-lain) yang disediakan adau berasal dari cikal bakal keturunan para keluarga penghulu adat yang dipusakai turun temurun sebagai milik bersama bukan tanah desa melainkan TANAH KERABAT atau TANAH SUKU. Tanah-tanah serupa ini kebanyakan terdapat di perkampungan luar Jawa.
c.       BANGUNAN DESA
Semua bangunan seperti Balai Desa, Kantor Desa, Tempat-tempat ibadah (masjid, gereja, pura, dan sebagainya), Tempat pemandian (ditepi sungai), Bangunan Pasar, Bangunan Pelabuhan Transport di Desa, Pintu Gerbang Desa, Pakaian Perlengkapan Adat Kesenian (tabuhan, gamelan, dan lain-lain) yang bukan milik perorangan, yayasan, perkumpulan atau perusahaan dan bukan dapat meminjam atau menyewa dari pihak lain adalah milik desa. Akan tetapi bangunan berupa Balai Adat, Rumah Kerabat, Alat pakaian kesenian Adat pedesaan yang bersifat kekerabatan (genealogis) bukan milik desa melainkan milik kerabat keturunan yang bersangkutan (persekutuan hukum adat) kecuali telah diserahkan kepada desa.
Selanjutnya termasuk kekayaan adat selain mebeulair, alat-alat kantor (brandcash, mesin ti, dan lain-lain), hutang piutang desa (sewa pasar, inventaris yang belum dilunasi), mesin traktor,  alat pertanian termasuk bibit, pupuk, dan lumbung desa yang tidak ada sangkut pautnya dengan milik perorangan, yayasan, perkumpulan, perusahaan, koperasi dan lain-lainnya, kesemuanya adalah harta kekayaan desa.
D.      RANGKUMAN
Hukum adat ketatanegaraan adalah hukum yang mengatur tentang susunan ketatanegaaran masyarakat adat di berbagai wilayah/daerah di Indonesia.
Hukum adat ketatanegaraan menjelaskan tentang berbagai hal diantaranya yaitu, aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang tata susunan masyarakat adat, bentuk-bentuk masyarakat (perekutuan) hukum adat (Desa), alat-alat perlengkapan (Desa), susunan jabatan dan tugas masing-masing anggota Perlengkapan Desa, Majelis Kerapatan  Adat Desa, dan harta kekayaan Desa di berbagai wilayah/daerah di Indonesia.
E.     Latihan dan Soal










4











1




































5






2








3


















7















6




















12


























9








14



11





8




13





10





































































































16

17

18















































15







































19














Mendatar:
1.       Kas desa, hasil swadaya, hasil gotong royong merupakan……desa
2.       Anak karung, Tomaradeka, dan Ata merupakan sebutan masyarakat pada daerah……
3.       Pemerintahan desa adat yang dipimpin oleh Kelian desa di Bali tepatnya yaitu pada daerah……
8. Kehidupan kewargaan desa yang berdasarkan ikatan territorial         (ketetanggaan) berlaku pada daerah……
10. Susunan masyarakat yang dipengaruhi oleh kehidupan genealogis (patrilineal) dengan pertalian kekerabatan disebut dengan……
13. Singkatan dari Hukum Adat Ketatanegaraan adalah……
15. Tanah bengkok atau tanah pakulen merupakan sebutan dari……di Pulau Jawa
16. Daerah pengairan sawah pada daerah Bali disebut dengan……
19. Do haba, Do Mahara, dan Do Lioe merupakan sebutan masyarakat pada daerah……
Menurun:
1.       Sebutan lain kepala masyarakat di Sumatera Selatan yaitu……
4.       Utus Gantong, Utus Tatau, Utus Readah merupakan sebutan masyarakat pada daerah……
5.       Jabatan Kepala Desa pada masyarakat Jawa disebut dengan……
7.   Sebutan desa di Jawa Tengah dan Jawa Timur……
9.   Sebutan Tanah Hak Ulayat di daerah Kalimantan disebut dengan……
11. Sebutan desa di Aceh adalah……
12. Wilayah yang ditempati oleh suatu penduduk disebut dengan……
14. Sistem kekerabatan masyarakat Minangkabau terikat dalam kesatuan rumah adat yang disebut……
17. Kasta Brahmana, Kasta Ksatria, dan Kasta Waisa merupakan sebutan masyarakat pada daerah……
18. Sebutan lain dari bagian kampong di daerah Sumbawa disebut dengan……



DAFTAR PUSTAKA

Setiady, Tolib. 2008. INTISARI HUKUM ADAT INDONESIA (dalam kajian kepustakaan). Bandung:ALFABETA.
Sudiyat, Iman. 1991. Asas-asas Hukum Adat Bekal Pengantar. Yogyakarta:LIBERTY.



BIODATA PENYUSUN

Nama                           : HAFIZAH AWALIA
Tempat/Tgl. Lahir           : Taliwang, 3 Maret 1992
Kota Asal                      : Taliwang Kabupaten Sumbawa Barat
Alamat Sekarang           : Gomong Sakura IV Gang IV No. 3
Riwayat Pendidikan       :
1.       SD             : SDN 04 TALIWANG (2004)
2.       SMP           : MTsN 01 TALIWANG (2007)
3.       SMA           : SMAN 01 TALIWANG (2010)
No. Hp                          : 087863725705
Alamat e-mail                : Hafizah_Lucky_Girl@yahoo.com



Nama                           : RABIATUSSA’DIYAH
Tempat/Tgl. Lahir           : Mataram, 2 November 1990
Kota Asal                      : Mataram
Alamat Sekarang           : Jln. Gotong Royong, Gg. Dahlia No.VIII,
   Ling. Kebun Bawak Tengah, Kel. Kebun Sari,
   Kec. Ampenan.
Riwayat Pendidikan       :
1.       SD             : SDN 30 AMPENAN (2004)
2.       SMP           : MTsN 01 MATARAM (2006)
3.       SMA           : SMAN 01 TALIWANG (2009)
No. Hp                          : 081805275423
Alamat e-mail                :
Nama                           : YULAINI
Tempat/Tgl. Lahir           : Presak, 14 Oktober 1991
Kota Asal                      : Lombok Timur
Alamat Sekarang           : Gomong Sakura IV, Gang. V No. 3
Riwayat Pendidikan       :
1.       SD             : MI 2 JONTAK (2004)
2.       SMP           : MTs DANGER (2006)
3.       SMA           : SMAN 01 MASBAGIK (2009)
No. Hp                          : 081805275423
Alamat e-mail                :

Nama                           : RIRIN ANGGRAINI
Tempat/Tgl. Lahir           : Masbagik, 21 Juni 1991
Kota Asal                      : Masbagik, Lombok Timur
Alamat Sekarang           : Turide, Cakranegara
Riwayat Pendidikan       :
1.       SD             : SDN 09 Masbagik (2004)
2.       SMP           : SMPN 01 Masbagik (2007)
3.       SMA           : SMAN 01 Sukamulya (2010)
No. Hp                          : 083129065965
Alamat e-mail                : Anggrainiririn24@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar